Kamis, 29 Oktober 2015

CERPEN : RELIGI (SETENGAH JALAN)

Ini merupakan salah satu cerpen yang sudah pernah saya ikut sertakan lomba semoga dapat bermanfaat bagi anda sekalian.

SETENGAH JALAN
Randi Aprilian Subekti

   Saat suasana hening, seorang pemuda sedang duduk termenung didepan rumah sambil memandang bulan purnama. Ia sedang memikirkan nasib masa depan dirinya yang sudah berumur dua puluh tiga tahun. Apakah ia harus menikah atau tetap menekuni pekerjaannya. Sungguh kedua pilihan tersebut membuat tidurnya tak bisa nyenyak.
   Apalagi Kusno selalu dibayangi oleh pesan mendiang ayahnya untuk mendalami ilmu agama. Agar kelak Kusno dapat hidup bahagia di dunia dan di akherat. Sejak masih kecil, sebenarnya perilaku Kusno sedikit nakal dan keras kepala dengan prinsipnya.
   Tapi setelah ayahnya meninggal dunia, Kusno dapat merubah perilaku buruk masa kecilnya dulu. Kini ia rajin bersujud dan selalu menolong terhadap orang lain. Dengan sedikit harta pemberian Tuhan, Kusno tak segan dermawan kepada orang-orang miskin dan terlantar.
   Masyarakat sekitar masjid pun, sudah tak asing lagi dengan suara kumandang adzan Kusno. Perlahan demi perlahan, banyak orang yang ingin mendengarkan ceramah dari Kusno. Setiap kali berdakwah, Kusno selalu memberikan senyuman kepada jamaah.
   Ustad Ramli, itulah orang populer masyarakat setempat. Ia merupakan orang gedongan dan terpandang. Kusno merupakan salah satu murid dari beliau yang baru separuh ilmu.
   Kusno menganggap Ustad Ramli seperti ayah kandungnya sendiri. Ustad Ramli memiliki kepercayaan yang besar terhadap Kusno. Jika beliau sedang berhalangan hadir berkotbah, Kusno lah yang menggantikan posisi tempat berdirinya.
   Seminggu sudah Kusno tidak bertatap muka dengan Ustad Ramli, seketika ia memikirkannya. Lalu Kusno mendapat telepon dari Bi Sumi, ia merupakan pembantu setia Ustad Ramli. “kriiiiing” suara telepon Kusno berdering.
“Assalamualaikum…. Ada yang bisa saya bantu?” sapa Kusno.
“Maaf nak Kusno, saya Bi Sumi”
“Oh bibi rupanya, ngomong-ngomong ada apa ya?” tanya Kusno.
“Anu.… anu….” Bi Sumi menjawab ragu-ragu.
“Anu apa, tinggal bilang saja kok Bi?” penasaran Kusno.
“Ustad Ramli sedang koma” dengan nada sedih.
“Apaaaaaaa?, Ustad Ramli koma” Kusno begitu terkejut mendengar kabar tersebut.
   Setelah telepon dimatikan, Kusno menghempaskan tubuhnya diatas ranjang. Ia sangat tidak percaya dengan kabar yang baru diterimanya tadi. Padahal selama ini Ustad Ramli terlihat sehat dan jauh dari penyakit.
   Kusno mencoba untuk tenang sejenak. Sambil mengingat terakhir kali berjumpa dengan Ustad Ramli sebelum koma. Air mata Kusno tak dapat dibendung oleh kesedihan hatinya.
   Kusno baru mengerti tentang kata-kata yang pernah dikatakan Ustad Ramli padanya. Bahwa Kusno harus menjadi seorang ustad yang harus lebih baik daripada dirinya. Kusno semakin sedih mengingat perkataan tersebut.
   Ustad Ramli pernah berbagi cerita tentang jalan berliku hidupnya sebelum menjadi seorang ustad. Dulu ia memiliki perbuatan buruk, ia pernah mencuri, bermain kartu remi, Mabok-mabokkan, dan hampir menghilangkan nyawa orang. Dua tahun kemudian beliau mendapatkan pintu tobat.
   Keesokan harinya, berita kematian Ustad Ramli tersiar sampai ketelinga Kusno. Kusno sangat pilu dan begitu terpukul. Ia seakan-akan kehilangan kembali sosok ayahnya yang kedua.
   Bi Sumi turut berduka cita atas kematian beliau. Kusno mencoba untuk menyabarkan diri atas cobaan yang menimpanya. “Astagfirulloh” Kata-kata itu berulang kali diucapkan oleh Kusno.
   Jenazah Ustad Ramli segera dimakamkan. Kini suara ceramah Ustad Ramli tak lagi terdengar. Kusno juga sering mengabsenkan diri untuk tidak menyampaikan ceramahnya.
   Kusno begitu menyayangi dan menghormati almarhum Ustad Ramli. Sehingga kini ia tidak mau lagi menyampaikan ceramahnya. Dan suara kumandang adzan Kusno pun berhenti menggema.
   Kusno sangat berat kehilangan sosok Ustad Ramli. Ia kini semakin menjauhi ilmu agama. Bi Sumi turut perihatin, dan slalu mengingatkan bahwa itu merupakan cara yang keliru.
   Bi Sumi tak bosan-bosannya memberikan petuah kepada Kusno. Tapi Kusno selalu mengabaikan dan membangkang. Bi Sumi selalu sabar menghadapi tingkah laku Kusno.
   Suatu hari harta benda milik Kusno habis tanpa manfaat, ia kini jatuh miskin. Ia bertambah stres dengan jalan hidup yang dialaminya saat ini. “Pyak…. Pyak.…” suara vas bunga dan berbagai benda yang pecah dibanting Kusno. Lalu Bi Sumi datang berkunjung kerumahnya.
“Masa Allah, istigfar nak Kusno” jawab Bi Sumi sambil mengelus dada.
“kenapa hidupku jadi miskin begini?”
“Itu semua karena ulahmu sendiri”
“Tuhan nggak adil” jawab Kusno sambil berteriak-teriak.
   Sebenarnya Bi Sumi tak sampai hati memasukan Kusno kedalam rumah sakit jiwa. Tapi mau bagaimana lagi, perilaku Kusno dapat membahayakan dirinya sendiri dan juga orang lain. Pupus sudah harapan Kusno yang sudah setengah jalan menjadi seorang ustad. Pesan ayahnya dan pesan Ustad Ramli kini dilupakan oleh Kusno. Entah sampai kapan Kusno dapat bebas dari rumah menderita tersebut.
“TAMAT”



Rabu, 21 Oktober 2015

SELAMAT DATANG BERKUNJUNG DI BLOGKU

WELCOME TO VISIT MY BLOG

   Hai, terima kasih sudah mau mengunjungi blogku ini. Perkenalkan nama saya Randi Aprilian Subekti. Disini saya akan membagikan semua hal yang saya ketahui dan yang saya dapat bagikan kepada kalian semua. Saya menyukai dunia sastra. Disamping kesibukan keseharianku saya suka menyempatkan diri untuk menulis puisi dan cerita pendek. Tetapi, karya sastraku tidak begitu sempurna tanpa kritikan dan komentar dari semua pihak terutama pembaca blogku ini. 

SALAM HANGAT
PENULIS

Randi Aprilian Subekti