Sabtu, 27 Agustus 2016

CERPEN : SOSIAL (SUARA HATI)



Ini merupakan salah satu cerpen yang sudah pernah saya ikut sertakan lomba semoga dapat bermanfaat bagi anda sekalian.

Suara Hati
Randi AprilianSubekti

   Jakarta, siapa yang tidak kenal dengan tempat ini? Jakarta merupakan pusat ibukota yang indah dan menawan. Banyak gedung-gedung bertingkat yang mengalahkan burung-burung terbang. Penduduk penjuru negeri melimpah ruah memenuhi sudut kota. Bahkan, menarik hati orang berambut pirang untuk singgah datang.
   Setahun yang lalu, Hasan sudah tiba di kota besar ini.Pemandangan jalanan yang sesak kendaraan sudah tak asing lagi. Setiap hari, banyak oksigen kotor yang bersemayam di paru-paru manusia. Tak ketinggalan,suara bising selalu berdendang di kepala setiap orang.
   Hasan menginjakan kaki di tempat ini untuk bekerja. Alhamdulilah atas izin Tuhan. Dia dapat bekerja kantoran dengan modal ijazah STM. Berangkat pagi sampai pulang larut pagi tetap ia lakoni. Hasan menjalani pekerjaannya dengan ulet dan penuh tanggung jawab.
   Hasan meninggalkan ibunya di kampong halaman. Dia sudah lama menggantikan posisi ayahnya yang sudah tiada untuk mencari nafkah. Hasan mencoba  dermawan, walaupun bukan terlahir sebagai golongan bangsawan. Mendiang ayahnya juga berpesan agar dapat berguna bagi orang lain.
   Hari Minggu merupakan hari yang ditunggu oleh semua insan.Hasan biasa meluangkan hari libur untuk lari pagi menyusuri kota Jakarta. Dia sudah mulai melangkahkan kaki sebelum mentari bangun tidur. Sepagi itu, sudah banyak orang yang berlalu lalang.
   Anak jalanan, pengemis, dan gelandangan sudah biasa menghiasi jalanan kota. Disini, banyak orang yang tak saling mengenal.Banyak pula orang yang mementingkan hidupnya sendiri. Ada yang mau berbagi, membantu, dan bahkan mencacimaki.
   Hasan berlari hingga melewati pinggiran salah satu sungai di Jakarta. Sungai tersebut berwarna hitam pekat dan berbau busuk menyengat. Bau sungai tersebut, mengundang pasukan lalat yang berkeliaran. Namun, Hasan melihat seseorang diantarat umpukan sampah di sungai.
   Hasan mengamati orang paruh baya yang berada di dalam sungai. Hati Hasan tergerak untuk menghampiri orang tua tersebut. Orang itu sudah beruban dan berkulit tanah kering. Hasan menerka usia kakek tua itu kurang lebih sekitar tujuh puluh tahunan.
“Permisi, apa yang kakek lakukan di sungai pagi-pagi begini?” Tanya Hasan penasaran.
“Kakek sedang membersihkan sungai dari sampah”
“Mengapa kakek ini bekerja seorang diri?”
“Tak ada orang yang peduli dengan masa depan sungai ini”
   Kek Huan menunjuk kearah gubug using di sekitar sungai itu. Ternyata gubug itu merupakan rumah milik kek Huan. Rumah itu terbuat dari papan bekas, kardus bekas, dan atap berkarat. Disitulah tempat kek Huan menaungi hidup.
   Air sungai meluap sampai ketempat tinggal kek Huan saat hujan turun. Banjir itu tak lain disebabkan oleh sampah yang memenuhi sungai. Namun, kek Huan satu-satunya orang yang peduli dengan lingkungan.Tidak ada orang yang berhati mulia seperti kakek yang satu ini.
   Banyak orang dari kelas atas sampai menengah kebawah, suka membuang sampah sembarangan.Sungai dijadikan sebagai tempat pembuangan besar terbuka. Air sungai mengalir bersama tumpukan sampah yang menggunung. Gunung Semeru mungkin saja akan dikalahkan dengan tinggi gunung sampah tersebut.
   Budaya di sini berbeda seratus derajat dengan kampong halaman Hasan di Banyumas. Hasan terlahir di pedesaan kecil lembah gunung Slamet. Dia merupakan asli keturunan darah Jawa. Orang Jawa disini masih terbiasa membudayakan perilaku gotong-royong.
   Hasan merenung sejenak. Dia melihat sekelilingnya. Nampak samar-samar tentara serangga hitam berjalan. Mereka bekerjasama untuk mengumpulkan makanan kedalam sarang. Hasan bertanya kepada para semut “Terimakasih, perilakumu dapat aku tiru”. Namun, tidak ada satu ekor semut pun yang menjawab pertanyaan Hasan.
   Hasan lalu mengambil tindakan seperti apa yang ada dalam hatinya. Hasan langsung bergegas untuk berjumpa dengan ketua RT setempat. Dia menemukan ketua RT yang sedang minum di warung kopi.
“Permisi, apakah benar anda ini ketua RT?”
“Iya benar, kalo boleht ahu anda ini siapa?”
“Perkenalkan, saya Hasan” sambil mengulurkan tangan pada ketua RT.
“Oh, bantuan apa yang bisa saya bantu?” tawaran Ketua RT.
   Hasan menjelaskan maksud hati untuk menemui ketua RT. Ketua RT disini ialah bapak Miswar. Pak Miswar sebenarnya setuju dengan usulan Hasan untuk bergotong-royong membersihkan sungai. Namun, penduduk disini acuh tak acuh dengan lingkungan. Budaya gotong-royong sudah lama tidak dipertontonkan.
   Pak Miswar memberikan solusi kepada Hasan untuk membujuk dan merayu penduduk disini. Hasan lalu merangkai kata “Negeri kita Indonesia, Budaya kita gotong-royong”. Kata yang ada dalam hatinya itu dituangkan dalam selembar spanduk. Spanduk itu kemudian dipasang di dekat sungai. Hasan berharap semoga usahanya itu tidak sia-sia.
   Ada orang lewat yang membaca spanduk tersebut dialah Guntur. Guntur terlahir sebagai anak gedongan keturunan asli darah Betawi. Namun, Dia mempunyai hobi untuk ringan tangan kepadas etiap orang. Guntur jarang sekali melihat spanduk gotong-royong seperti itu di kota besar ini.
“Permisi, apakahkamu perlu bantuan?” tanya Guntur.
“Tentu saja, saya perlu bantuan banyak orang untuk membersihkan sungai ini” terang Hasan.
“Kalo begitu,saya akan berusaha membantumu kawan” kata Guntur.
   Guntur yang tak saling mengenal akhirnya berkenalan dengan Hasan. Semangat Guntur dan Hasan dapat menarik hati masyarakat setempat untuk bergotong-royong. Pak Miswar juga tak ketinggalan ambil bagian dalamgotong-royong tersebut. Beban kakek Huan terasa ringan dengan bantuan banyak orang.
   Biasanya, kek Huan membutuhka nwaktu setengah hari untuk membersihkan sungai sampai bersih. Namun, kali ini sungai dapat bersih hanya dalam waktu selama dua jam. Masyarakat tak sungkan lagi untuk membantu kek Huan. Masyarakat kini menjadi sadar dan peduli terhadap kebersihan sungai dan lingkungan.
   Masyarakat juga membuat spanduk larangan untuk membuang sampah di sungai. Sebulan kemudian, Hasan berkunjung kembalike tempatkek Huan tinggal. Hasan melihat pemandangan yang berbeda dengan kawasan tersebut. Sekarang masyarakat sering melakukan gotong-royong di sekitar sungai.
   Pepohonan yang masyarakattanam tumbuhs ubur di dekat sungai. Di sini burung-burung dapat berkicau riang. Ikan-ikan yang dulu hilang kini datang kembali. Masyarakat juga bekerja sama untuk memperbaiki rumah kek Huan. Rumah kecil kek Huan sudah terlihat lebih baik daripada sebelumnya.
   Kakek Huan sangat berterima kasih kepada Hasan dan Guntur. Berkat mereka berdua, masyarakat disini sudah mau bergotong-royong kembali.  Hasan telah melaksanakan pesan almarhum ayahnya dengan bijak. Dia merasa sangat senang dapat berguna bagi orang lain sebagai makhluk sosial.
“TAMAT”