Ini merupakan salah satu cerpen yang sudah pernah saya ikut
sertakan lomba semoga dapat bermanfaat bagi anda sekalian.
Suara
Hati
Randi
AprilianSubekti
Jakarta, siapa yang tidak kenal
dengan tempat ini? Jakarta merupakan pusat ibukota yang indah dan menawan. Banyak
gedung-gedung bertingkat yang mengalahkan burung-burung terbang. Penduduk penjuru
negeri melimpah ruah memenuhi sudut kota. Bahkan, menarik hati orang berambut pirang
untuk singgah datang.
Setahun yang lalu, Hasan sudah tiba di kota besar ini.Pemandangan jalanan
yang sesak kendaraan sudah tak asing lagi. Setiap hari, banyak oksigen kotor
yang bersemayam di paru-paru manusia. Tak ketinggalan,suara bising selalu berdendang
di kepala setiap orang.
Hasan menginjakan kaki di tempat ini untuk bekerja. Alhamdulilah atas izin
Tuhan. Dia dapat bekerja kantoran dengan modal ijazah STM. Berangkat pagi sampai
pulang larut pagi tetap ia lakoni. Hasan menjalani pekerjaannya dengan ulet dan
penuh tanggung jawab.
Hasan meninggalkan ibunya di kampong halaman. Dia sudah lama
menggantikan posisi ayahnya yang sudah tiada untuk mencari nafkah. Hasan mencoba dermawan, walaupun bukan terlahir sebagai golongan
bangsawan. Mendiang ayahnya juga berpesan agar dapat berguna bagi orang lain.
Hari Minggu merupakan hari yang ditunggu oleh semua insan.Hasan biasa meluangkan
hari libur untuk lari pagi menyusuri kota Jakarta. Dia sudah mulai melangkahkan
kaki sebelum mentari bangun tidur. Sepagi itu, sudah banyak orang yang berlalu lalang.
Anak jalanan, pengemis, dan gelandangan sudah biasa menghiasi jalanan kota.
Disini, banyak orang yang tak saling mengenal.Banyak pula orang yang
mementingkan hidupnya sendiri. Ada yang mau berbagi, membantu, dan bahkan mencacimaki.
Hasan berlari hingga melewati pinggiran salah satu sungai di Jakarta. Sungai
tersebut berwarna hitam pekat dan berbau busuk menyengat. Bau sungai tersebut, mengundang
pasukan lalat yang berkeliaran. Namun, Hasan melihat seseorang diantarat umpukan
sampah di sungai.
Hasan mengamati orang paruh baya yang berada di dalam sungai. Hati Hasan
tergerak untuk menghampiri orang tua tersebut. Orang itu sudah beruban dan berkulit
tanah kering. Hasan menerka usia kakek tua itu kurang lebih sekitar tujuh puluh
tahunan.
“Permisi, apa yang kakek lakukan di
sungai pagi-pagi begini?” Tanya Hasan penasaran.
“Kakek sedang membersihkan sungai dari sampah”
“Mengapa kakek ini bekerja seorang
diri?”
“Tak ada orang yang peduli dengan masa depan
sungai ini”
Kek Huan menunjuk kearah gubug using di sekitar sungai itu. Ternyata gubug
itu merupakan rumah milik kek Huan. Rumah itu terbuat dari papan bekas, kardus bekas,
dan atap berkarat. Disitulah tempat kek Huan menaungi hidup.
Air sungai meluap sampai ketempat tinggal kek Huan saat hujan turun.
Banjir itu tak lain disebabkan oleh sampah yang memenuhi sungai. Namun, kek Huan
satu-satunya orang yang peduli dengan lingkungan.Tidak ada orang yang berhati mulia
seperti kakek yang satu ini.
Banyak orang dari kelas atas sampai menengah kebawah, suka membuang sampah
sembarangan.Sungai dijadikan sebagai tempat pembuangan besar terbuka. Air
sungai mengalir bersama tumpukan sampah yang menggunung. Gunung Semeru mungkin saja
akan dikalahkan dengan tinggi gunung sampah tersebut.
Budaya di sini berbeda seratus derajat dengan kampong halaman Hasan di
Banyumas. Hasan terlahir di pedesaan kecil lembah gunung Slamet. Dia merupakan asli
keturunan darah Jawa. Orang Jawa disini masih terbiasa membudayakan perilaku gotong-royong.
Hasan merenung sejenak. Dia melihat sekelilingnya. Nampak samar-samar tentara
serangga hitam berjalan. Mereka bekerjasama untuk mengumpulkan makanan kedalam sarang.
Hasan bertanya kepada para semut “Terimakasih, perilakumu dapat aku tiru”. Namun,
tidak ada satu ekor semut pun yang menjawab pertanyaan Hasan.
Hasan lalu mengambil tindakan seperti apa yang ada dalam hatinya. Hasan langsung
bergegas untuk berjumpa dengan ketua RT setempat. Dia menemukan ketua RT yang
sedang minum di warung kopi.
“Permisi, apakah benar anda ini ketua RT?”
“Iya benar, kalo boleht ahu anda ini siapa?”
“Perkenalkan, saya Hasan” sambil mengulurkan
tangan pada ketua RT.
“Oh, bantuan apa yang bisa saya bantu?” tawaran
Ketua RT.
Hasan menjelaskan maksud hati untuk menemui ketua RT. Ketua RT disini ialah
bapak Miswar. Pak Miswar sebenarnya setuju dengan usulan Hasan untuk bergotong-royong
membersihkan sungai. Namun, penduduk disini acuh tak acuh dengan lingkungan. Budaya
gotong-royong sudah lama tidak dipertontonkan.
Pak Miswar memberikan solusi kepada Hasan untuk membujuk dan merayu penduduk
disini. Hasan lalu merangkai kata “Negeri
kita Indonesia, Budaya kita gotong-royong”. Kata yang ada dalam hatinya itu
dituangkan dalam selembar spanduk. Spanduk itu kemudian dipasang di dekat sungai.
Hasan berharap semoga usahanya itu tidak sia-sia.
Ada orang lewat yang membaca spanduk tersebut dialah Guntur. Guntur terlahir
sebagai anak gedongan keturunan asli darah Betawi. Namun, Dia mempunyai hobi untuk
ringan tangan kepadas etiap orang. Guntur jarang sekali melihat spanduk gotong-royong
seperti itu di kota besar ini.
“Permisi, apakahkamu perlu bantuan?” tanya
Guntur.
“Tentu saja, saya perlu bantuan banyak
orang untuk membersihkan sungai ini” terang Hasan.
“Kalo begitu,saya akan berusaha membantumu
kawan” kata Guntur.
Guntur yang tak saling mengenal akhirnya berkenalan dengan Hasan. Semangat
Guntur dan Hasan dapat menarik hati masyarakat setempat untuk bergotong-royong.
Pak Miswar juga tak ketinggalan ambil bagian dalamgotong-royong tersebut. Beban
kakek Huan terasa ringan dengan bantuan banyak orang.
Biasanya, kek Huan membutuhka nwaktu setengah hari untuk membersihkan sungai
sampai bersih. Namun, kali ini sungai dapat bersih hanya dalam waktu selama dua
jam. Masyarakat tak sungkan lagi untuk membantu kek Huan. Masyarakat kini menjadi
sadar dan peduli terhadap kebersihan sungai dan lingkungan.
Masyarakat juga membuat spanduk larangan untuk membuang sampah di
sungai. Sebulan kemudian, Hasan berkunjung kembalike tempatkek Huan tinggal. Hasan
melihat pemandangan yang berbeda dengan kawasan tersebut. Sekarang masyarakat sering
melakukan gotong-royong di sekitar sungai.
Pepohonan yang masyarakattanam tumbuhs ubur di dekat sungai. Di sini burung-burung
dapat berkicau riang. Ikan-ikan yang dulu hilang kini datang kembali. Masyarakat
juga bekerja sama untuk memperbaiki rumah kek Huan. Rumah kecil kek Huan sudah terlihat
lebih baik daripada sebelumnya.
Kakek Huan sangat berterima kasih kepada Hasan dan Guntur. Berkat mereka
berdua, masyarakat disini sudah mau bergotong-royong kembali. Hasan telah melaksanakan pesan almarhum ayahnya
dengan bijak. Dia merasa sangat senang dapat berguna bagi orang lain sebagai makhluk
sosial.
“TAMAT”